“Mbak nia..
dek nina.. ayo bangun udah jam berapa ini kok belum bangun?” ujar ibu sambil
teriak
“iya bu..
bentar, adek suruh mandi dulu, baru mbak” kataku
“ah.. mbak
mah mesti gitu, mesti aku dulu” jawab adekku sambil mengusap mata
“udah ayo,,
mandi bersua sana. Udah telat kalian itu” kata ibuku
Setelah kami
sudah mandi dan siap- siap berangkat kesekolah, adekku berangkat bersama ayahku
dan aku berangkat menggunakan becak. Kami hanya 2 bersaudara. perkenalkan Aku nia
kelas 4 SD, adekku nina 2 SD. Kami tinggal bersama hanya 4 orang dalam serumah,
ayah, ibuku, aku dan adekku. Keluarga kami kadang harmonis kadang konflik tapi
Alhamdulillah kami sering bercanda sering saling sharing satu sama lain.
Suatu hari aku
dan adekku ingin pergi kerumah nenek. Kami semua siap-siap.
“ibu adek
pakai baju yang mana ini” ujarnya sambil milih baju
“terserah
kamu dek” kata ibuku
“bu baju
ayah dimana? Baju yang polos biru?” kata ayah
“Disitu
ayah, di lemari. Udah ibu gantungin disitu” kata ibu sambil dandan.
“oh iya bu..
ketemu hehe.” Ayahku sambil ketawa
Saat kami
sudah siap semua tiba-tiba aku dan adekku bertengkar hanya karena slayer. Kami
berdua tidak ada yang mau mengalah.
“bu mbak
pakai slayer ini ya?” ujarku
“ahh… aku
juga mau.. sini mbak” kata nina sambil menarik slayer dari tangaku.
“gamau dek..
ini buat mbak…” kataku sambil marah
Kami
berduapun teriak sambil bertengkar memperebutkan slayer itu, saat itu ayah
sudah ada didepan rumah dengan motornya sedang menunggu kami. Dan ketika kami
masih bertengkar ayahku masuk kedalam rumah dan tiba-tiba saja darah keluar
dari hidung ayahku. Kami bertiga aku, adek dan ibuku sontak kaget melihat
keadaan ayahku seperti itu. Kami semua panik dan ibuku mencari bantuan
ditetangga untuk mambawa ayahku kerumah sakit. Keluargaku semuanya datang
kerumah sakit melihat keadaan ayahku yang tiba-tiba saja terbaring lemah
ditemoat tidur. Aku disitu hanya bisa diam dan mikir apa ini semua salahku dan
adekku hingga ayah jadi sakit gini. Aku Cuma bisa diam dan nangis,adekku berada
didekat ibuku. Tanteku ati dan omku surat semuanya datang dan menanyakan apa
yang terjadi pada ayahku. Ibu bercerita kepada mereka.
“kenapa ini
dek kolik?” kata tanteku
“aku gatau
mbak, tiba-tiba aja ayahnya mimisan. Tadi kita sebenarnya mau kerumah ibukku”
kata ibuku.
“kolik
kecapekan paling dek” kata omku
“gatau seh
mas, padahal tadi pagi ya ayahnya baik-baik aja” kata ibuku.
Selang
beberapa waktu kemudian dokter menghampiri keluarga kami dan ibuku nangis. Aku
dan adekku tidak tahu apa-apa, kami hanya bisa diam dan diam.
“Gimana dok
keadaan adek saya ini?” kata tanteku
“adek ibu
ini keadaannya sudah lemah. Ini bapaknya suka minuman sachet ya bu?” kata
dokter.
“iya dok,
adek saya kalau kerja mesti beli minuman sachet. Hampir setiap hari dok”. Kata
omku
“iya ini ya
bu, tadi saya sudah periksa semuanya dari tes darah dll, kalau bapak ini punya
penyakit gagal ginjal” kata dokter.
“apa dok?!!
Gagal ginjal?” kata ibuku sambil syok.
“iya, bapak
ini sudah punya penyakit gagal ginjal. Apa sebelumnya bapaknya belum pernah
periksa?” kata dokter.
“suami saya
gak pernah periksa, kalau ke dokter ya hanya gejala penyakit biasa saja dok”
kata ibuku
Kami berdua
Cuma bisa menatap mata ibuku bagaimana kagetnya ketika mendengar ternyata
ayahku mengidap penyakit gagal ginjal. Dan saat ayahku dirawat disalah satu
rumah sakit negri disurabaya aku dan adekku tetap bersekolah akan tetapi
hari-hari kami terasa sepi tanpanya dan ibuku berhenti bekerja sebagai guru dan
dosen karena ingin merawat dan menemani ayahku. Selang beberapa hari ayah kami
sudah keluar dari rumah sakit tapi dokter menganjurkan ayah kami harus
melakukan cuci darah setiap 1 minggu sekali.
Ibuku setia membantu ayahku. Beliau mengantarkan ayahku cuci darah,
merawat ayahku dengan baik, kami berdua tetap bercanda tawa dengan ayahku,
tetapi ayahku masih kuat untuk berjalan. Setiap pagi ayah, aku dan adek selalu
jalan pagi dan berolahraga bersama meskipun hati kami masih gak rela kalau ayah
mempunyai penyakit.
Hari
selanjutnya, saat kami sudah pulang sekolah kami berdua bermain badminton
diruang tv, ayahku tiduran diruang tv pula. Ketika kami bermain ibuku
marah-marah karena kami berdua bermain badminton didalam ruamh dan saat itu ada
ayahku sedang tiduran.
“adek..
mbak.. jangan main badminton didalem rumah. Ada ayah tidur kok malah mainan
seh” kata ibuku sambil marah membawa sapu.
‘ahh.. ibu..
bentar tok bu mainnya” kataku
“iya bu
bentar tok sama mbak, habis gini selesai” kata adekku.
Tiba-tiba
saja ayahku terbangun dan beliau juga ikut memarahi kami karena kami nakal dan
susah dibilanginya, hehe.. kami pun tetap saja bermain meskipun ayahku juga
ikut memarahi kami. Saat itu ibuku sudah capek sama sikap kami dan gak tega
kalau ayahku ikut memarahi kami akhirnya ibu menelfon tanteku. Kami terkenal
takut dengan tanterku dikeluarga, karena tanteku kalau marah serem banget. Asli
kami sekali dimarahi tanteku ati, kami berdua langsung diam dan nurut entah
kenapa kalau dimarahi sama ibu jarang nurutnya kalau sama tante ati nurut
banget.. , Setelah kami berdua dimarahi tante via telfon langsung kami berdua
minta maaf sama ayahku karena sudah mengganggu dan nakal. Kami berdua langsung
naik keatas dan bermain disana.
Pada malam
harinya kami semua duduk diruang tv dan menonton tv, tiba-tiba ayahku meminta tolong
untuk pijat.
“mbak,
tolong pijat ayah”. Kata ayahku.
“iya yah..:”
jawabku
Saat aku
memijat ayahku tiba-tiba ayahku menawarkan sesuatu.
“mbak, mbk
mau ta ulang tahunnya dirayain?”. Kata ayahku
“enggak ah
yah, mak gaseneng” kataku
“mbak gak
bosen ta ulang tahunnya syukuran terus? Gak pengen dirayain kayak temennya
mbak? Di mana gitu?” kata ayah
“gausah
yah.. mbak gamau, gasuka” kataku sambil senyum kecil
“yaudah
kalau gak mau, berarti ulang tahun natnti syukuran kayak biasanya ya?” kata
ayahku.
“iya yah..”
jawabku,
10bln
kemudian ayahku jatuh sakit lagi, tetap dengan penyakit gagal ginjal yang
semakin parah. Ayahku di bawa kerumah sakit swasta yang ada di surabaya. Ibu
yang saat itu sedang menangis disebelah ayahku dan kami berdua diam menangis
melihat keadaan ayahku yang sedang terbaring lemah kembali, selang beberapa
hari dokter memberikan informasi bahwa ayahku harus segera dilakukan operasi.
Disitu ibu, aku dan adek tetap menangis ketika mendengar hal itu. Ibuku menangis sambil menelfon keluarga yang
lain tentang keadaan ayahku yang semakin melemah.
Hari
selanjutnya setelah dilakukan operasi aku ada uts. Selama ayahku dirawat
dirumah sakit, aku dan adek tetap tinggal berdua dirumah tapi kami punya sodara
yang satu kampong dengan kami, jadi sodara kamilah yang merawat kami mulai dari
berpakaian, sarapan dll. Ketika kami berdua sudah pulang dari sekolah adekku
menanyakan keadaan ayah kepadaku, aku pun hanya bisa diam dan mengajak adekku
bermain agar dia tidak memikirkan keadaan ayah yang semakin melemah. 1 minggu
kemudian ayah sudah pulang dari rumah sakit. Aku dan adek senang melihat ayah
kembali kerumah, akan tetapi melihat keadaan ayah yang semakin lemah membuat
kami tak tega untuk berbuat nakal. Setelah dilakukan operasi ayahku ternyata
tetap saja harus melakukan cuci darah, dan kami berdua selalu ditinggal oleh
orang tua kami. Ketika jadwal cuci darah ayah malam, ibu menitipkan kunci
kepada kami agar aku bisa membukakan pintu untuk mereka ketika pulang dari cuci
darah. Hal cuci darah itu terus menerus dilakukan oleh ayahku hampir 1thn. Saat
malam hari aku selalu berkata dengan tuhan, “tuhan apakah ayahku sudah sembuh,
aku mau ayah sembuh ya Allah, maafin mbak kalau mbak punya salah sama ayah”.
Setiap malam aku ucapkan doa untuk ayah ibu dan adek agar mereka tetap
bersamaku.
4bln
kemudian ayah masuk rumah sakit lagi, dan lagi-lagi penyakitnya kambuh lagi.
Kami semua bingung, ketiga kalinya ayah masuk rumah sakit lagi. Keluargaku
semuanya bingung, kenapa ayahku belum sembuh juga. Padahal ayah sudah dua kali
masuk dan cuci darah selalu tepat waktu kenapa ayah tetap saja belum sembuh dan
malah semakin parah. Adekku pun jugaheran dan tiba-tiba saja adek menangis,
“mbak aku
takut ayah kenaoa-kenapa” kata nina
“gapapa dek,
doa’in ayah cepat sembuh ya” kataku sambil peluk adekku.
“ayah loh
mbak udah masuk rumah sakit yang ketiga kali” kata nina
“iya tau,
tapi ya doa’in ayah lah dek. Kamu gausah nangis kasian ibu. Ibu udah nangis
masak kamu juga ngikut nangis?” kataku.
“mbak ini
loh masak gak nangis gara-gara ayah masuk rumah sakit lagi?” kata adek
“hmm…
menurutmu? Udah kamu diam aja disini. Mbak ke ibu dulu” kataku sambil berdiri.
Aku
menghampiri ibuku.
“bu.. ibu
gausah nangis. Ada mbak sama adek gini loh..” kataku
“iya mbak,
mbak gausah mikirin ibu ya.. mbak udah gedhe, mbak gaboleh nakal sama adeknya,
gaboleh bertengkar sama adek. Gak kasian ibu ta kamu?” kata ibu
“iya bu..
janji gak nakal lagi. Lha adek loh mesti ganggu mbak” kataku sambil mengerutkan
alis.
“iyawes
mbak, mbak sana gih sama adek, atau adek ajak kesini aja” kata ibu.
Aku
memanggil adekku untuk duduk didekat ibu dan ayah. Setelah itu kami duduk dan
kami tak henti-hentinya menatap ayahku yang sedang terbaring lemah ditempat
tidur. Ketika 2minggu ayahku dirawat dirumah sakit tiba-tiba tante ati dan om
surat datang kerumah dan menjemput kami. Kami berdua disuruh kemas-kemas barang
kami. Saat kami Tanya ingin pergi kemana, mereka hanya menjawab sudah ikut kami
saja. Setelah kami berkemas-kemas, kami berangkat dan kami sampai dirumah tante
ati. Beberapa hari ini kami menginap dirumah tante, berngkat sekolak diantar
dan mereka merawat kami. Kami dirumah tante sangat senang tetapi kesenangan itu
menurutku hanya sebagai rasa iba kepada kami karena kami masih kecil. Kami
bercanda tawa dengan anak-anak tanteku, kami bersenang-senang tetapi kami tidak
melupakan keadaan ayah dan ibu. Ketika adekku menanyakan keadaan ayah ibu ke om
surat tiba-tiba tante ati datang menghampiri kami dan mereka hanya berkata
“Sudah gausah dipikir, ayah ibu baik kok nduk”. Adekku menghampiriku dan
memelukku , aku berkata dalam hati “Ya Allah, jaga adekku, jaga orang tuaku.
Aku mau ayah sembuh, aku kangen masa dimana kami masih bisa bercanda tawa”.
Hampir 4minggu kami tinggal dirumah tante dan tiba-tiba semua orang dirumah
sibuk dengan sendirinya, tante membangunkan kami. Saat kami berdua bangun kami
heran kenapa semua saudara datang kerumah dengan memakai baju serba hitam. Aku
bingung, apalagi adekku. Dan saat kami selesai mandi, kakak sepupuku mbak tria
memelukku sambil menangis, disitu aku semakin heran dan jantung tiba-tiba
berdetak cepat, prasaan mulai tidak enak.
“dek nia
kamu yang sabar ya.. nanti kamu gak usah nangis lohya..” kata mbak tria sambil
memeluk dan menangis.
“kenapa
emang mbak?, ada apa kok pakai baju hitam semua?”. Kataku
“iya mbak,
ada apa ini?” kata adek.
“udah wes,
kalian pokoknya nanti jangan nangis, yang sabar ya nduk” kata om
Kami semua
sudah siap dan berangkat, omku meyetir mobil dengan kecepatan tinggi sambil
terburu-buru. Aku dan adek semakin heran ada apa sih sebenarnya. Setiba
ditempat kami turu dari mobil dan
ternyata rumahku dipenuhi oleh orang-orang serba memakai baju hitam,
keranda yang sudah siap, kembang
diamana-mana, dan tempat untuk mandi mayat. Saat aku berjalan masuk kerumahku,
pikiran sudah tidak karuan, mataku melirik adekku dan kakak sepupuku, tubuh ini
saat berjalan memasuki rumah rasanya ingin jatuh dan ketika kami sudah diteras
tiba-tiba tante pida memelukku dan nangis.
“te.. ada
apa ini?” tanyaku sambil meneteskan air mata.
“nduk. Kamu
yang sabar ya..” kata tante pida.
“kenapa seh
te??” kataku dengan heran.
“yang sabar
ya nduk.. ayahmu..” kata tante pida sambil nangis dan memelukku dengan erat.
“ayah kenapa
tee??!!” tanyaku dengan jengkel
“ayahmu
sudah gak ada nduk” kata tante sambil memelukku erat.
“gak
mungkin… ayah masih ada, aku gak mau jadi anak yatim.. gak mau..!!” kataku dengan sontak dan tidak percaya dengan
hal itu.
Aku menangis
histeris dan adekku pun juga menangis histeris, aku memeluk adekku dan kami
tetap
saja menangis. Saat tu kami masih tidak percaya dengan ketiadaannya
seorang ayah. Padahal aku merasa kami baru saja bersenang-senang kenapa
tiba-tiba jadi kayak gini pikirku. Aku terus menangis, tetap tidak terima
dengan kenyataan yang kudapat saat hari itu. Aku langsung naik keatas, menutup
pintu dan aku tetap saja menangis. Tangisanku takk henti-hetinya untuk ayahku,
rasa sayang kepada ayahkulah yang membuatku tidak ikhlas saat ayah meninggalkan
kami bertiga. Suara langkah kaki menghampiri kamarku dan pintu kamar terbuka
ternyata tante pida menghampiriku dan menenangkanku,
“nduk..
gaboleh nangis ya.. kasian ayah disana kalo kamu nangis” kata tante pida.
“iya..”
kataku sambil menangis.
“gaboleh
menangis ya nduk,, kasian ayah lohya.. kamu kan udah gedhe jadi bisa jaga adek
sama ibu” ujarnya sambil mengisak tangis.
Aku yang
terus menerus ditenangkan tetap saja menangis, aku tidak memperdulikan keadaan
rumah yang ramai dengan isak tangis. Aku terus berada diakamar dengan
kesendirian. Aku terus menangisi ayahku. Disiang harinya aku turun kebawah dan
nenekku menyuruhku membaca surat yasin untuk ayahku. Aku membacakan surat yasin
dan aku menahan air mata ketika aku membaca surat-surat itu dihadapannya, aku
tau ketika aku menangis didepannya ayahku juga akan ikut menangis dan ayah gak
akan tenang karena gak tega meningggalkanku. Semua surat yasin sudah kubaca
untuknya, aku kembali keatas dengan kesendirianku. Aku merenung dalam kamar,
aku berkata kepada tuhan lagi “Tuhan gimana kalau aku tidur? Aku tidur biasanya
doa’ dulu trus nanti dapet cium dari ayah sama ibu. Sekarang kalau tidur masak
dapet cium dari ibu doang?”. Aku disitu tetap saja menangis. Selang 1minggu
setelah kematian ayahku, ibuku jatuh sakit, tiba-tiba ibuku muntah terus
menerus. Tidak mau makan, hanya berdiam diri didalam kamar. Nenekku bingung
dengan keadaan ibuku. Dan dihari selanjutnya ibuku dibawa kerumah sakit. Aku
dan adek mulai panik dan takut, takut kehilangan ibu. Akhirnya ibu dirawat
dirumah sakit negri disurabaya, selama ibu dirawat dirumah sakit kami berdua
tinggal dirumah tante ati. 3hari kemudian kami berdua kerumah sakit ingin
melihat keadaaan ibu, saat kami bertemu ibu, kami berdua hanya bisa lihat
keadaan ibu. Sebenarya aku ingin nangis tapi aku menaham karena malu. Ketika
aku didekat ibuku, tanteku yang bernama min itu menyuruhku mengajak komunikasi
ibuku.
“nduk,
ajaken ibumu ngmong gih..” kata tante min.
“iya te..”.
jawabku
Aku dan
adekku disebelah ibuku, kami mencoba berkomunikasi dengan ibu.
“bu.. ibu
udah makan ta?” sambil mengusap rambut ibu.
Disitu ibuku
hanya bisa melihatku dan adekku, dan kami hanya bisa melihat keadaan ibuku yang
dipasang selang di hidungnya tanpa kesadaran penuh. Dan tante min mengajak
ngobrol ibuku.
“juk, ini
spa?” sambil menunjuk aku.
“ini nina..”
jawabnya dengan suara pelan.
“ini nia
juk… bukan nina, kalau nina ini”. Kata tante
“ohh ini nia
yang ini nina..” kata ibuku dengan ekspresi bingung dan keadaan yang lemah.
No comments:
Post a Comment