Saturday, October 10, 2015

Terima kasih sudah sayang aku dan adikku Tuhan part 1

“Mbak nia.. dek nina.. ayo bangun udah jam berapa ini kok belum bangun?” ujar ibu sambil teriak
“iya bu.. bentar, adek suruh mandi dulu, baru mbak” kataku
“ah.. mbak mah mesti gitu, mesti aku dulu” jawab adekku sambil mengusap mata
“udah ayo,, mandi bersua sana. Udah telat kalian itu” kata ibuku

Setelah kami sudah mandi dan siap- siap berangkat kesekolah, adekku berangkat bersama ayahku dan aku berangkat menggunakan becak. Kami hanya 2 bersaudara. perkenalkan Aku nia kelas 4 SD, adekku nina 2 SD. Kami tinggal bersama hanya 4 orang dalam serumah, ayah, ibuku, aku dan adekku. Keluarga kami kadang harmonis kadang konflik tapi Alhamdulillah kami sering bercanda sering saling sharing satu sama lain.
Suatu hari aku dan adekku ingin pergi kerumah nenek. Kami semua siap-siap.

“ibu adek pakai baju yang mana ini” ujarnya sambil milih baju
“terserah kamu dek” kata ibuku
“bu baju ayah dimana? Baju yang polos biru?” kata ayah
“Disitu ayah, di lemari. Udah ibu gantungin disitu” kata ibu sambil dandan.
“oh iya bu.. ketemu hehe.” Ayahku sambil ketawa
Saat kami sudah siap semua tiba-tiba aku dan adekku bertengkar hanya karena slayer. Kami berdua tidak ada yang mau mengalah.
“bu mbak pakai slayer ini ya?” ujarku
“ahh… aku juga mau.. sini mbak” kata nina sambil menarik slayer dari tangaku.
“gamau dek.. ini buat mbak…” kataku sambil marah

Kami berduapun teriak sambil bertengkar memperebutkan slayer itu, saat itu ayah sudah ada didepan rumah dengan motornya sedang menunggu kami. Dan ketika kami masih bertengkar ayahku masuk kedalam rumah dan tiba-tiba saja darah keluar dari hidung ayahku. Kami bertiga aku, adek dan ibuku sontak kaget melihat keadaan ayahku seperti itu. Kami semua panik dan ibuku mencari bantuan ditetangga untuk mambawa ayahku kerumah sakit. Keluargaku semuanya datang kerumah sakit melihat keadaan ayahku yang tiba-tiba saja terbaring lemah ditemoat tidur. Aku disitu hanya bisa diam dan mikir apa ini semua salahku dan adekku hingga ayah jadi sakit gini. Aku Cuma bisa diam dan nangis,adekku berada didekat ibuku. Tanteku ati dan omku surat semuanya datang dan menanyakan apa yang terjadi pada ayahku. Ibu bercerita kepada mereka.

“kenapa ini dek kolik?” kata tanteku
“aku gatau mbak, tiba-tiba aja ayahnya mimisan. Tadi kita sebenarnya mau kerumah ibukku” kata ibuku.
“kolik kecapekan paling dek” kata omku
“gatau seh mas, padahal tadi pagi ya ayahnya baik-baik aja” kata ibuku.
Selang beberapa waktu kemudian dokter menghampiri keluarga kami dan ibuku nangis. Aku dan adekku tidak tahu apa-apa, kami hanya bisa diam dan diam.
“Gimana dok keadaan adek saya ini?” kata tanteku
“adek ibu ini keadaannya sudah lemah. Ini bapaknya suka minuman sachet ya bu?” kata dokter.
“iya dok, adek saya kalau kerja mesti beli minuman sachet. Hampir setiap hari dok”. Kata omku
“iya ini ya bu, tadi saya sudah periksa semuanya dari tes darah dll, kalau bapak ini punya penyakit gagal ginjal” kata dokter.
“apa dok?!! Gagal ginjal?” kata ibuku sambil syok.
“iya, bapak ini sudah punya penyakit gagal ginjal. Apa sebelumnya bapaknya belum pernah periksa?” kata dokter.
“suami saya gak pernah periksa, kalau ke dokter ya hanya gejala penyakit biasa saja dok” kata ibuku

Kami berdua Cuma bisa menatap mata ibuku bagaimana kagetnya ketika mendengar ternyata ayahku mengidap penyakit gagal ginjal. Dan saat ayahku dirawat disalah satu rumah sakit negri disurabaya aku dan adekku tetap bersekolah akan tetapi hari-hari kami terasa sepi tanpanya dan ibuku berhenti bekerja sebagai guru dan dosen karena ingin merawat dan menemani ayahku. Selang beberapa hari ayah kami sudah keluar dari rumah sakit tapi dokter menganjurkan ayah kami harus melakukan cuci darah setiap 1 minggu sekali.  Ibuku setia membantu ayahku. Beliau mengantarkan ayahku cuci darah, merawat ayahku dengan baik, kami berdua tetap bercanda tawa dengan ayahku, tetapi ayahku masih kuat untuk berjalan. Setiap pagi ayah, aku dan adek selalu jalan pagi dan berolahraga bersama meskipun hati kami masih gak rela kalau ayah mempunyai penyakit.
Hari selanjutnya, saat kami sudah pulang sekolah kami berdua bermain badminton diruang tv, ayahku tiduran diruang tv pula. Ketika kami bermain ibuku marah-marah karena kami berdua bermain badminton didalam ruamh dan saat itu ada ayahku sedang tiduran.

“adek.. mbak.. jangan main badminton didalem rumah. Ada ayah tidur kok malah mainan seh” kata ibuku sambil marah membawa sapu.
‘ahh.. ibu.. bentar tok bu mainnya” kataku
“iya bu bentar tok sama mbak, habis gini selesai” kata adekku.

Tiba-tiba saja ayahku terbangun dan beliau juga ikut memarahi kami karena kami nakal dan susah dibilanginya, hehe.. kami pun tetap saja bermain meskipun ayahku juga ikut memarahi kami. Saat itu ibuku sudah capek sama sikap kami dan gak tega kalau ayahku ikut memarahi kami akhirnya ibu menelfon tanteku. Kami terkenal takut dengan tanterku dikeluarga, karena tanteku kalau marah serem banget. Asli kami sekali dimarahi tanteku ati, kami berdua langsung diam dan nurut entah kenapa kalau dimarahi sama ibu jarang nurutnya kalau sama tante ati nurut banget.. , Setelah kami berdua dimarahi tante via telfon langsung kami berdua minta maaf sama ayahku karena sudah mengganggu dan nakal. Kami berdua langsung naik keatas dan bermain disana.
Pada malam harinya kami semua duduk diruang tv dan menonton tv, tiba-tiba ayahku meminta tolong untuk pijat.

“mbak, tolong pijat ayah”. Kata ayahku.
“iya yah..:” jawabku
Saat aku memijat ayahku tiba-tiba ayahku menawarkan sesuatu.
“mbak, mbk mau ta ulang tahunnya dirayain?”. Kata ayahku
“enggak ah yah, mak gaseneng” kataku
“mbak gak bosen ta ulang tahunnya syukuran terus? Gak pengen dirayain kayak temennya mbak? Di mana gitu?” kata ayah
“gausah yah.. mbak gamau, gasuka” kataku sambil senyum kecil
“yaudah kalau gak mau, berarti ulang tahun natnti syukuran kayak biasanya ya?” kata ayahku.
“iya yah..” jawabku,

10bln kemudian ayahku jatuh sakit lagi, tetap dengan penyakit gagal ginjal yang semakin parah. Ayahku di bawa kerumah sakit swasta yang ada di surabaya. Ibu yang saat itu sedang menangis disebelah ayahku dan kami berdua diam menangis melihat keadaan ayahku yang sedang terbaring lemah kembali, selang beberapa hari dokter memberikan informasi bahwa ayahku harus segera dilakukan operasi. Disitu ibu, aku dan adek tetap menangis ketika mendengar hal itu.  Ibuku menangis sambil menelfon keluarga yang lain tentang keadaan ayahku yang semakin melemah.
Hari selanjutnya setelah dilakukan operasi aku ada uts. Selama ayahku dirawat dirumah sakit, aku dan adek tetap tinggal berdua dirumah tapi kami punya sodara yang satu kampong dengan kami, jadi sodara kamilah yang merawat kami mulai dari berpakaian, sarapan dll. Ketika kami berdua sudah pulang dari sekolah adekku menanyakan keadaan ayah kepadaku, aku pun hanya bisa diam dan mengajak adekku bermain agar dia tidak memikirkan keadaan ayah yang semakin melemah. 1 minggu kemudian ayah sudah pulang dari rumah sakit. Aku dan adek senang melihat ayah kembali kerumah, akan tetapi melihat keadaan ayah yang semakin lemah membuat kami tak tega untuk berbuat nakal. Setelah dilakukan operasi ayahku ternyata tetap saja harus melakukan cuci darah, dan kami berdua selalu ditinggal oleh orang tua kami. Ketika jadwal cuci darah ayah malam, ibu menitipkan kunci kepada kami agar aku bisa membukakan pintu untuk mereka ketika pulang dari cuci darah. Hal cuci darah itu terus menerus dilakukan oleh ayahku hampir 1thn. Saat malam hari aku selalu berkata dengan tuhan, “tuhan apakah ayahku sudah sembuh, aku mau ayah sembuh ya Allah, maafin mbak kalau mbak punya salah sama ayah”. Setiap malam aku ucapkan doa untuk ayah ibu dan adek agar mereka tetap bersamaku.

4bln kemudian ayah masuk rumah sakit lagi, dan lagi-lagi penyakitnya kambuh lagi. Kami semua bingung, ketiga kalinya ayah masuk rumah sakit lagi. Keluargaku semuanya bingung, kenapa ayahku belum sembuh juga. Padahal ayah sudah dua kali masuk dan cuci darah selalu tepat waktu kenapa ayah tetap saja belum sembuh dan malah semakin parah. Adekku pun jugaheran dan tiba-tiba saja adek menangis,
“mbak aku takut ayah kenaoa-kenapa” kata nina
“gapapa dek, doa’in ayah cepat sembuh ya” kataku sambil peluk adekku.
“ayah loh mbak udah masuk rumah sakit yang ketiga kali” kata nina
“iya tau, tapi ya doa’in ayah lah dek. Kamu gausah nangis kasian ibu. Ibu udah nangis masak kamu juga ngikut nangis?” kataku.
“mbak ini loh masak gak nangis gara-gara ayah masuk rumah sakit lagi?” kata adek
“hmm… menurutmu? Udah kamu diam aja disini. Mbak ke ibu dulu” kataku sambil berdiri.
Aku menghampiri ibuku.
“bu.. ibu gausah nangis. Ada mbak sama adek gini loh..” kataku
“iya mbak, mbak gausah mikirin ibu ya.. mbak udah gedhe, mbak gaboleh nakal sama adeknya, gaboleh bertengkar sama adek. Gak kasian ibu ta kamu?” kata ibu
“iya bu.. janji gak nakal lagi. Lha adek loh mesti ganggu mbak” kataku sambil mengerutkan alis.
“iyawes mbak, mbak sana gih sama adek, atau adek ajak kesini aja” kata ibu.
Aku memanggil adekku untuk duduk didekat ibu dan ayah. Setelah itu kami duduk dan kami tak henti-hentinya menatap ayahku yang sedang terbaring lemah ditempat tidur. Ketika 2minggu ayahku dirawat dirumah sakit tiba-tiba tante ati dan om surat datang kerumah dan menjemput kami. Kami berdua disuruh kemas-kemas barang kami. Saat kami Tanya ingin pergi kemana, mereka hanya menjawab sudah ikut kami saja. Setelah kami berkemas-kemas, kami berangkat dan kami sampai dirumah tante ati. Beberapa hari ini kami menginap dirumah tante, berngkat sekolak diantar dan mereka merawat kami. Kami dirumah tante sangat senang tetapi kesenangan itu menurutku hanya sebagai rasa iba kepada kami karena kami masih kecil. Kami bercanda tawa dengan anak-anak tanteku, kami bersenang-senang tetapi kami tidak melupakan keadaan ayah dan ibu. Ketika adekku menanyakan keadaan ayah ibu ke om surat tiba-tiba tante ati datang menghampiri kami dan mereka hanya berkata “Sudah gausah dipikir, ayah ibu baik kok nduk”. Adekku menghampiriku dan memelukku , aku berkata dalam hati “Ya Allah, jaga adekku, jaga orang tuaku. Aku mau ayah sembuh, aku kangen masa dimana kami masih bisa bercanda tawa”. Hampir 4minggu kami tinggal dirumah tante dan tiba-tiba semua orang dirumah sibuk dengan sendirinya, tante membangunkan kami. Saat kami berdua bangun kami heran kenapa semua saudara datang kerumah dengan memakai baju serba hitam. Aku bingung, apalagi adekku. Dan saat kami selesai mandi, kakak sepupuku mbak tria memelukku sambil menangis, disitu aku semakin heran dan jantung tiba-tiba berdetak cepat, prasaan mulai tidak enak.

“dek nia kamu yang sabar ya.. nanti kamu gak usah nangis lohya..” kata mbak tria sambil memeluk dan menangis.
“kenapa emang mbak?, ada apa kok pakai baju hitam semua?”. Kataku
“iya mbak, ada apa ini?” kata adek.
“udah wes, kalian pokoknya nanti jangan nangis, yang sabar ya nduk” kata om

Kami semua sudah siap dan berangkat, omku meyetir mobil dengan kecepatan tinggi sambil terburu-buru. Aku dan adek semakin heran ada apa sih sebenarnya. Setiba ditempat kami turu dari mobil dan  ternyata rumahku dipenuhi oleh orang-orang serba memakai baju hitam, keranda  yang sudah siap, kembang diamana-mana, dan tempat untuk mandi mayat. Saat aku berjalan masuk kerumahku, pikiran sudah tidak karuan, mataku melirik adekku dan kakak sepupuku, tubuh ini saat berjalan memasuki rumah rasanya ingin jatuh dan ketika kami sudah diteras tiba-tiba tante pida memelukku dan nangis.

“te.. ada apa ini?” tanyaku sambil meneteskan air mata.
“nduk. Kamu yang sabar ya..” kata tante pida.
“kenapa seh te??” kataku dengan heran.
“yang sabar ya nduk.. ayahmu..” kata tante pida sambil nangis dan memelukku dengan erat.
“ayah kenapa tee??!!” tanyaku dengan jengkel
“ayahmu sudah gak ada nduk” kata tante sambil memelukku erat.
“gak mungkin… ayah masih ada, aku gak mau jadi anak yatim.. gak mau..!!”  kataku dengan sontak dan tidak percaya dengan hal itu.

Aku menangis histeris dan adekku pun juga menangis histeris, aku memeluk adekku dan kami tetap 
saja menangis. Saat tu kami masih tidak percaya dengan ketiadaannya seorang ayah. Padahal aku merasa kami baru saja bersenang-senang kenapa tiba-tiba jadi kayak gini pikirku. Aku terus menangis, tetap tidak terima dengan kenyataan yang kudapat saat hari itu. Aku langsung naik keatas, menutup pintu dan aku tetap saja menangis. Tangisanku takk henti-hetinya untuk ayahku, rasa sayang kepada ayahkulah yang membuatku tidak ikhlas saat ayah meninggalkan kami bertiga. Suara langkah kaki menghampiri kamarku dan pintu kamar terbuka ternyata tante pida menghampiriku dan menenangkanku,

“nduk.. gaboleh nangis ya.. kasian ayah disana kalo kamu nangis” kata tante pida.
“iya..” kataku sambil menangis.
“gaboleh menangis ya nduk,, kasian ayah lohya.. kamu kan udah gedhe jadi bisa jaga adek sama ibu” ujarnya sambil mengisak tangis.

Aku yang terus menerus ditenangkan tetap saja menangis, aku tidak memperdulikan keadaan rumah yang ramai dengan isak tangis. Aku terus berada diakamar dengan kesendirian. Aku terus menangisi ayahku. Disiang harinya aku turun kebawah dan nenekku menyuruhku membaca surat yasin untuk ayahku. Aku membacakan surat yasin dan aku menahan air mata ketika aku membaca surat-surat itu dihadapannya, aku tau ketika aku menangis didepannya ayahku juga akan ikut menangis dan ayah gak akan tenang karena gak tega meningggalkanku. Semua surat yasin sudah kubaca untuknya, aku kembali keatas dengan kesendirianku. Aku merenung dalam kamar, aku berkata kepada tuhan lagi “Tuhan gimana kalau aku tidur? Aku tidur biasanya doa’ dulu trus nanti dapet cium dari ayah sama ibu. Sekarang kalau tidur masak dapet cium dari ibu doang?”. Aku disitu tetap saja menangis. Selang 1minggu setelah kematian ayahku, ibuku jatuh sakit, tiba-tiba ibuku muntah terus menerus. Tidak mau makan, hanya berdiam diri didalam kamar. Nenekku bingung dengan keadaan ibuku. Dan dihari selanjutnya ibuku dibawa kerumah sakit. Aku dan adek mulai panik dan takut, takut kehilangan ibu. Akhirnya ibu dirawat dirumah sakit negri disurabaya, selama ibu dirawat dirumah sakit kami berdua tinggal dirumah tante ati. 3hari kemudian kami berdua kerumah sakit ingin melihat keadaaan ibu, saat kami bertemu ibu, kami berdua hanya bisa lihat keadaan ibu. Sebenarya aku ingin nangis tapi aku menaham karena malu. Ketika aku didekat ibuku, tanteku yang bernama min itu menyuruhku mengajak komunikasi ibuku.

“nduk, ajaken ibumu ngmong gih..” kata tante min.
“iya te..”. jawabku
Aku dan adekku disebelah ibuku, kami mencoba berkomunikasi dengan ibu.
“bu.. ibu udah makan ta?” sambil mengusap rambut ibu.

Disitu ibuku hanya bisa melihatku dan adekku, dan kami hanya bisa melihat keadaan ibuku yang dipasang selang di hidungnya tanpa kesadaran penuh. Dan tante min mengajak ngobrol ibuku.

“juk, ini spa?” sambil menunjuk aku.
“ini nina..” jawabnya dengan suara pelan.
“ini nia juk… bukan nina, kalau nina ini”. Kata tante
“ohh ini nia yang ini nina..” kata ibuku dengan ekspresi bingung dan keadaan yang lemah.

Melihat keadaan ibuku yang semakin melemah aku tak tega, akhirnya aku keluar dari kamar dan nangis diluar karena aku gak ingin ada seseorang yang melihatku nangis dihadapan ibuku. Adekku masih tetap berada disamping ibuku. Aku duduk diluar kami tetap saja menangis, aku takut jika ibuku akan seperti ayahku. Aku sangat takut sekali. 5hari kemudian suasana rumah sama seperti saat ayahku tiada. Aku menanyakan hal itu lagi kepada saudaraku, mereka tetap saja hanya memelukku, menatapku dengan isak tangis. Kami semua berangkat lagi kerumah dan ternyata sampai disana suasana rumah sama seperti saat ayahku sudah tiada. Aku dan adek tiba-tiba menangis seakan-akan kami sudah tahu apa yang terjadi. Saat kami berada diteras rumah, orang sekelilingku memelukku dan adekku dengan erat, kami semua menangis histeris, aku pun sonta teriak dan berkata “aku gamau jadi anak yatim te.. aku gamau..!! ibu mana te.. aku mau ibu..”. adekku yang berada disebelahku menangis dengan kencang hingga terbatuk-batuk. Aku lagi-lagi langsung lari keatas dan merenung aa yang terjadi dengan kehidupanku, kenapa aku ditinggal sama orangtuaku, aku nanti tinggal sama siapa kalo ditinggal, apa aku sama adek ditaruh dipanti asuhan, aku mau ibu Ya Allah. Berjam-jam aku menangis dalam kamr dan berkali-kali pula saudaraku menenangkanku tetapi aku tetap saja menangis menghiraukan omongan mereka. Aku kecewa karena aku belum bisa bahagiain mereka, aku masih keingat ketika ibuku ulang tahun aku dan adek memberikan kado berupa uang receh yang sudah kami kumpulkan untuk ibu. Aku kangen sama masakan ibuku, Tuhan apa tidak tahu bagaimana perasaanku ketika ditinggal orang yang disayang, apa Tuhan tidak sayang pada kami berdua sehingga Tuhan mengambil orangtua kami. Sungguh kami tidak ikhlas akan kehilangan orangtuaku. Saat ibuku meninggal aku sudah dibangku kelas 5 SD dan akan naik ke kelas 6, dan saat itu aku masuk sekolah semua teman-teman dikelas melihatku. Ketika pelajaran dimulai salah seorang guru bernama bu rosa masuk ke kelas dan memelukku dengan tangisan, beliau menciumku dan berkata “Nak.. kamu yang sabar ya, kasian orangtuamua kalau kamu nangis. Yang ikhlas ya nak”. Saat bu rosa menyemangatiku, aku hanya bisa diam dan menahan air mata didepan teman sekelasku. Setelah kepergan orangtuku,aku dan adekku diasuh oleh tante ati dan om surat. Aku masih bisa bersyukur dengan adanya mereka kami bukan apa-apa dan mereka masih sayang kepada kami.

No comments:

Post a Comment